MENYUCIKAN DIRI JELANG RAMADAN
Kemeriahan menyambut bulan ramadan sangat terasa di berbagai daerah di nusantara, yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Setiap daerah mempunyai tradisi dan caranya masing-masing dalam menyambut bulan yang suci ini. Beberapa daerah bahkan mempunyai tradisi yang hampir sama untuk menyambut bulan ramadan. Tradisi-tradisi tersebut muncul berdasarkan pemikian yang sama tentang pentingnya menyucikan diri dan persiapannya untuk menyambut bulan ramadan.Tradisi-tradisi tersebut merupakan bagian dari kebudayaan Islam dan diturunkan dari generasi ke generasi oleh masyarakat setempat hingga saat ini. Tujuannya adalah untuk melestarikan kebudayaan dari warisan sebelumnya.
Dalam artikel sebelumnya, saya sudah menulis beberapa tradisi menjeang ramadan di Jawa Tengah, antara lain Dugderan, Warak Ngendhog di Semarang, tradisi nyekar, dan punggahan. Untuk lengkapnya bisa dibaca di artikel ini.
TRADISI DUGDERAN DAN WARAK NGENDHOG
Di Semarang ada beberapa tradisi jelang ramadan yang setiap tahun masih dilaksanakan dan dibudidayakan. Tradisi Dugderan merupakan tradisi yang dilaksanakan kurang lebih beberapa minggu sebelum ramadan, pada umumnya adalah dua minggu sebelumnya. Di sini para pedagang menggelar lapak dagangan di seputar Masjid Besar Kauman. Sebagian besar dagangan berupa mainan tradisional yang terbuat dari tanah liat. Dugderan berasal dari kata Dug dan Der yaitu suara bedug yang ditabuh di Masjid Besar Kauman. Bunyi bedug itu menandakan pemberitahuan awal dimulainya bulan ramadan.Sehari menjelang ramadan juga dirayakan dengan arak-arakan (pawai) warak ngendhog dan macam-macam kebudayaan tradisional, berupa tari-tarian atau yang lainnya. Warak ngendhog digambarkan sebagai gabungan dari etnis Cina, Arab dan Jawa yaitu berupa gabungan beberapa binatang (naga, unta dan kambing). Mainan khas Semarang ini diarak sepanjang jalan dan berakhir di Masjid besar Kauman.
TRADISI PUNGGAHAN DAN NYEKAR
tradisi-nyekar (Gambar: Jawapos) |
Setelah selesai dilaksanakan punggahan, masing-masing keluarga menuju makam leluhur. Tujuannya adalah untuk berziarah ke makam, yaitu dengan bersih-bersih makam dan mengirim doa bagi kerabat yang sudah berpulang. Karena saat ramadan pintu syurga akan dibuka dan pintu neraka akan ditutup.
TRADISI PADUSAN ATAU MENYUCIKAN DIRI
tradisi-padusan (Gambar: travel kompas) |
Padusan mempunyai makna agar jiwa dan raga seseorang yang hendak menjalankan ibadah puasa berada dalam kondisi bersih lahir dan batin. Jadi bisa diartikan bahwa padusan adalah membersihkan atau menyucikan diri menjelang bulan ramadan. Tradisi padusan telah ada sejak dulu dan hingga kini dilestarikan agar budaya ini tidak punah.
TRADISI DANDANGAN DI KUDUS
Tradisi unik masyarakat Kudus dalam menyambut ramadan adalah tradisi Dandangan. Selain untuk menyambut ramadan, tradisi dandangan mengangkat budaya dan perekonomian masyarakat di Kudus. Karena disini banyak pedagang yang menggelar dagangannya hingga larut malam, yang suasananya mirip pasar malam. Mereka menjual aneka dagangan, dari mainan anak-anak hingga kebutuhan rumah tangga.Asal usul kata dandangan berasal dari suara “Ndang” yaitu suara bedug yang ditabuh di Masjid Menara Kudus. Dimaknai sebagai ajakan bagi masyarakat untuk segera datang berbondong-bondong ke komplek Menara dan Masjid Sunan Kudus, mendengarkan pengumuman dari Sunan Kudus tentang dimulainya awal ramadan kala itu. “Ndang” dalam bahasa Jawa (ndang-ndang) juga bisa diartikan sebagai ajakan “ayo,” bagi masyarakat untuk segera datang ke Masjid Sunan Kudus. Ternyata Dandangan ini sudah digelar sejak tahun 1549 Masehi.
Sunan Kudus atau dikenal dengan Jafar Shadiq adalah salah satu walisongo yang mempunyai kepandaian dalam hal fiqih dan falak (astronomi). Beliau adalah juga salah satu dari walisongo yang menyebarkan agama Islam di Jawa.
TRADISI MEGENGAN DI SOLO
tradisi-megengan-di-solo (Gambar: NU Online) |
Menyambut awal bulan suci ramadan ditandai dengan megengan (selamatan). Biasanya warga datang ke tempat yang telah ditentukan (misalnya di balai desa) sambil membawa nasi dan lauknya atau disebut “ambengan.” Dalam bahasa Jawa, ambeng artinya piring. Adapun lauk yang dibawa biasanya adalah nasi gurih dan ingkung, dan juga kue tradisional apem, carabikang dan sejenisnya. Tetapi bila harga-harga kebutuhan meningkat, masyarakt menyiasatinya dengan mengganti lauk yang lebih sederhana, misalnya ayam digantikan telur dan tahu tempe bacem.
Ambengan tersebut didoakan dan kemudian dibagikan pada warga untuk dinikmati bersama-sama.
PENUTUP
Dalam menyambut ramadan, setiap daerah mempunyai tradisi masing-msing yang hingga kini masih dilestarikan sebagai warisan kebudayaan. Semua tradisi tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu untuk menyucikan diri secara lahir dan batin dalam menyambut bulan ramadan. Semoga bermanfaat.Referensi:
https://www.detik.com/jateng/budaya/d-7219703/uniknya-tradisi-dandangan-sambut-ramadan-di-kudus-yang-dimulai-hari-ini#:~:text=Asal%20Usul%20Dandangan,Menara%20dan%20Masjid%20Sunan%20Kudus
https://www.detik.com/jogja/budaya/d-7231870/serba-serbi-padusan-tradisi-jawa-sambut-ramadhan-lengkap-dengan-maknanya#:~:text=Secara%20denotatif%2C%20Padusan%20adalah%20aktivitas,ataupun%20bulan%20istimewa%2C%20termasuk%20Ramadhan
https://news.okezone.com/read/2014/06/13/511/998437/tradisi-megengan-di-solo-untuk-sambut-ramadan
Posting Komentar