wahyusuwarsi.com

BEBERAPA TRADISI MENJELANG RAMADAN DI JAWA TENGAH

Sebentar lagi bulan ramadan tiba. Tentunya kita sudah mulai mempersiapkan diri untuk menyambut bulan suci tersebut. Menyiapkan rohani dan jasmani kita.

Persiapan rohani berhubungan dengan kesiapan kita dalam hal keimanan (ibadah) untuk menyambut bulan ramadan. Misalnya dengan lebih meningkatkan ibadah, lebih banyak beramal sholeh dan sodaqoh, lebih banyak membaca Al Qur'an, melaksanakan ibadah sunnah (shalat dan puasa), membayar hutang puasa di tahun sebelumnya, introspeksi diri dan memohon ampun kepada Allah SWT atas dosa-dosa serta kesalahan di masa lalu. Sedangkan persiapan jasmani kaitannya dengan fisik kita agar lebih kuat dan siap menjalani bulan ramadan. Persiapan fisik dapat dilakukan dengan memperbanyak asupan makanan yang bergizi, mengkonsumsi vitamin, berolahraga secara teratur. Semuanya itu untuk menjaga stamina tubuh agar lebih kuat dan sehat.

Namun tak hanya itu persiapan di bulan ramadan. Banyak daerah-daerah yang mempunyai tradisi yang berbeda, menjelang bulan ramadan. Walaupun sebenarnya semua mempunyai benang merah yang sama yaitu, mendoakan kerabat yang sudah meninggal, silaturahmi dengan kerabat dan tetangga, saling memaafkan antar sesama dan bergotong royong satu dan lainnya.

Dalam artikel ini, saya akan mengulas beberapa tradisi di Jawa Tengah (terutama di Semarang), menjelang bulan ramadaan.

TRADISI DUGDERAN DI SEMARANG

Menjelang bulan ramadan, biasanya di Semarang ada tradisi dugderan. Biasanya sebulan menjelang ramadan, para pedagang sudah menggelar lapak masing-masing di depan Masjid Besar Kauman Semarang.

Barang-barang yang dijual adalah mainan tradisional yang terbuat dari tanah liat atau keramik (mainan alat dapur, celengan). Selain itu ada juga pakaian, alat kebutuhan rumah tangga dari gerabah, makanan, bahkan saat ini ada live musik di area dugderan.

Selama sebulan penuh, mereka berjualan menyambut dugderan dan menyambut bulan puasa. Sedangkan pawai dugderan biasanya dilaksanakan sehari sebelum ramadan, dengan mengarak Warak Ngendhog. Saat itu adalah penentuan awal puasa ramadan.

Dilansir dari Kompas.com kata dugderan berasal “dug” berasal dari bunyi bedug yang ditabuh, sedangkan “der” adalah suara dari mercon yang memeriahkan tradisi ini.

Tradisi Dugderan diprakarsai Bupati Kyai Raden Mas Tumenggung Purbaningrat atau KRMT Purbaningrat. Tradisi dugderan berlangsung sejak tahun 1881. Tujuannya adalah untuk menyatukan perbedaan pendapat dalam hal penetapan awal puasa maupun hari besar Islam lainnya, antar warga Semarang di era penjajahan Belanda. Saat itu, masyarakat Kota Semarang dibedakan menjadi empat golongan, yaitu Pecinan (etnis Tionghoa), Pekojan (etnis Arab), Kampung Melayu (warga perantauan dari luar Jawa) dan orang Jawa asli.



Dugderan di Semarang
tradisi-dugderan-di-Semarang
(Gambar: blogkulo.com)


Karena adanya dugderan inilah maka jalan utama menuju Masjid Besar Kauman ditutup selama sebulan. Dugderan ini lebih mirip pasar tiban, karena banyak pedagang-pedagang dari luar kota (pendatang) menggelar dagangan di sini hingga malam. Suasananya sangat ramai dan meriah, dan menjadi sarana hiburan dadakan bagi masyarakat Semarang.

TRADISI WARAK NGENDHOG DI SEMARANG

Tradisi arak-arakan (pawai) Warak Ngendhog dilaksanakan sehari menjelang bulan ramadan.

Mengutip Wikipedia, "warak" artinya suci dan " ngendhog" dalam bahasa Jawa artinya bertelur. Jadi warak ngendhog bisa diartikan bahwa siapapun yang menjaga kesucian di bulan ramadan, maka di akhir bulan akan menerima pahala pada saat lebaran.

Warak ngendhog adalah mainan khas Semarang yang merupakan gabungan dari beberapa binatang, yang merupakan persatuan dari etnis Cina, Arab dan Jawa.

Kepalanya berbentuk kepala naga (etnis Cina). Tubuhnya berbentuk unta (etnis Arab). Keempat kakinya berbentuk kaki kambing (etnis Jawa).



Warak Ngendhog
warak-ngendhor-di-Taman-Pandanaran
(Gambar: Bangga Semarang)

 
Sehari menjelang ramadan, warak ngendhog diarak mulai dari balaikota Semarang menuju Masjid Besar Kauman. Pawai warak ngendhog biasanya dimulai jam 15.00 sore hari. Banyak masyarakat yang ikut mengiringi pawai warak ngendhog sampai ke Masjid Besar Kauman. Di sana mereka menunggu pengumuman dimulainya awal bulan puasa, yang ditandai dengan bunyi bedug dan petasan (Dugder).

TRADISI PUNGGAHAN DAN NYEKAR

Ada lagi tradisi jelang ramadan di Jawa Tengah yaitu punggahan dan nyekar. Mungkin di daerah lain juga ada tradisi ini, hanya saja namanya yang berbeda.

Punggahan berasal dari kata munggah (bahasa Jawa) yang berarti naik. Tujuannya untuk mengingatkan umat muslim bahwa ramadan akan segera tiba, sehingga kita harus meningkatkan keimanan. Punggahan diadakan di masjid atau mushola dan diikuti warga sekitar dengan membaca tahlil dan doa.

Ada hidangan khas yang wajib disediakan di setiap acara punggahan yaitu apem, pasung, gedang (pisang) dan ketan.


Tradisi munggahan
tradisi-munggahan-di-masjid
(Gambar: Sumedang Ekspres)

 
Nyekar adalah tradisi mengunjungi makam leluhur. Nyekar berasal dari kata sekar yang artinya bunga. Dalam tradisi nyekar, biasanya masyarakat mengunjungi makam leluhur dan membersihkan makam. Ada kalanya juga mereka menaburkan bunga di atas pusara leluhur. Sambil mendoakan arwah leluhur agar diampuni dosanya, diterima amal ibadahnya dan ditempatkan di surganya Allah SWT.



4 komentar

  1. Senangnya masih bisa melihat tradisi menjelang ramadhan...rasanya saya ga pernah melihat tradisi2 seperti ini di daerah saya

    BalasHapus
  2. Selama tinggal di Ungaran belum pernah turun gunung nih lihat pawai Warak Ngendog di Semarang padahal sepertinya seru dan banyak maknanya ya

    BalasHapus
  3. Tradisi menjelang Ramadan harus dilestarikan sampai generasi selanjutnya, semoga tidak punah ya 👍 Yang paling sering dilakukan adalah nyekar ke makam leluhur, biasanya ke makam orangtua pun termasuk. Itu acara punggahan menarik banget aneka makanan tersaji siap santap ya mantap 😍

    BalasHapus
  4. Banyak tradisi nusantara yang memperkaya budaya nusantara sejak ratusan tahun yang lalu. Sungguh kaya Indonesia. Di daerah lain Punggahan dikenal dengan nama Munggahan. Dimana semua berkumpul, saling bermaafan, dan makan bersama.

    BalasHapus