wahyusuwarsi.com

LAWANG SEWU SEBAGAI WISATA FAVORIT DI KOTA KELAHIRAN


Lawang Sewu


Bila ada yang bertanya, dimana wisata favorit di kampung halaman (kota kelahiran) saya? Saya akan menjawab dengan bangga, bahwa wisata favorit saya adalah Lawang Sewu. Bangunan ini ditetapkan sebagai cagar budaya pada tahun 1992.

Lawang Sewu sudah banyak dikenal oleh masyarakat di nusantara, akan tetapi mungkin banyak juga yang belum pernah berkunjung ke tempat ini. Sebagai warga Semarang, saya ikut merasa bangga dengan adanya beberapa bangunan cagar budaya yang saat ini dijadikan obyek wisata, yang salah satunya adalah Lawang Sewu ini. Tak bosan-bosannya saya bolak-balik berkunjung ke tempat ini, sekadar mengantar teman atau saudara dari luar kota yang ingin wisata ke Lawang Sewu. Sering juga saya datang ke Lawang Sewu sendirian, sekedar mencari obyek foto di gedung dengan arsitektur kolonial Belanda ini, atau sekedar menyusur ke dalam gedung untuk melihat sejarah perketaapian di Lawang Sewu.

TENTANG LAWANG SEWU


Bagian belakang gedung Lawang Sewu
bagian-belakang-gedung-lawang-sewu
(Gambar: koleksi pribadi)


Bangunan ini berdiri di atas lahan seluas 18.232 meter persegi. Lawang Sewu terletak di jalan utama yaitu jalan Pemuda Semarang, atau tepatnya di depan Monumen Tugu Muda Semarang. Gedung ini merupakan bekas perkantoran Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda (Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij/NIS), dan saat ini dimiliki oleh perusahaan nasional Kereta Api Indonesia (PT KAI).

Lawang Sewu dibangun dengan gaya arsitektur kolonial Belanda. Dengan bentuk yang klasik terlihat kemegahan Lawang Sewu sebagai bangunan cagar budaya. Keunikan yang dimiliki Lawang Sewu terlihat pada banyaknya jumlah pintu dan jendela yang lebar-lebar. Karena itulah gedung ini dinamakan Lawang Sewu yang artinya Seribu Pintu. Padahal sebenarnya jumlah pintu hanya ada 928 saja.

Gedung yang dibangun pada tahun 1904 dan selesai tahun 1907 ini dirancang oleh firma arsitektur Prof. JF Klinkhamer dan BJ Ouendag. Gedung Lawang Sewu terdiri dari 5 bangunan, yaitu bangunan A, B, C,D dan E.

Bangunan A yang merupakan bangunan utama dulunya digunakan untuk kantor NIS, yang dibangun pada tanggal 27 Pebruari 1904 dan selesai pada bulan Juli 1907. Kemudian pada tahun 1916 hingga 1918 bangunan diperluas meliputi gedung B, D dan E. Gedung C didirikan pada tahun 1900 sebagai kantor percetakan karcis kereta api. Bangunan-bangunan tersebut terbuat dari batu bata oranye, yang pada masa itu merupakan simbol kekayaan, kemakmuran dan merupakan kasta tertinggi. Terdapat juga ruangan bawah tanah yang dahulu digunakan sebagai penjara untuk hukuman mati (terdapat di gedung B).

Lawang Sewu merupakan saksi pertempuran lima hari di Semarang yang berlangsung pada tanggal 15 sampai dengan 19 Oktober 1945. Pertempuran terjadi antara AMK (Angkatan Pemuda Kereta Api) yang bermarkas di Wilhelminaplein (kawasan taman di tugu muda Semarang), melawan tentara Jepang yang bermarkas di Lawang Sewu. Pada waktu itu Lawng Sewu adalah kantor transportasi bernama Riyuku Sokyoku yang digunakan sejak tahun 1942.

BERKUNJUNG KE LAWANG SEWU


Pintu di Lawang Sewu
pintu-pintu-di-lawang-sewu
(Gambar: koleksi pribadi)


Lorong Lawang Sewu
lorong-di-lantai-satu
(Gambar: koleksi pribadi)



Saat ini Lawang Sewu dibuka sebagai destinasi wisata bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Jam operasional dibuka mulai pagi pukul 08.00 WIB hingga 20.00 WIB, dengan harga tiket 10K untuk anak-anak dan 20K untuk orang dewasa. Sangat terjangkau bukan?

Pintu masuk ada di sisi sebelah kiri, kemudian pengunjung diarahkan masuk melalui bangunan sebelah kiri. Sepanjang lorong di lantai satu, berderet UMKM yang menjual dagangan berupa batik, oleh-oleh khas Semarang, craft, bahkan terdapat persewaan baju untuk foto dengan background Lawang Sewu. Sepertinya saat saya kesini, pas ada pameran UMKM di lantai satu.

Menyusuri lorong-lorong dan ruangan demi ruangan di Lawang Sewu membuat saya kagum pada bangunan bergaya Belanda yang masih tampak megah dan berdiri kokoh. Saat ini gedung Lawang Sewu digunakan sebagai museum yang berhubungan dengan kereta api. Di beberapa ruangan di lantai satu tampak dipamerkan beberapa alat-alat kuno pada jamannya. Replika lokomotif, replika beberapa kereta api, seragam masinis, alat komunikasi berupa telepon Set F MK II PL, telepon umum Ericsson, telegraf, mesin ketik, mesin pencetak karcis, lemari karcis Edmonson, karcis kereta kuno, alat hitung original Odhner, alat hitung Friden, juga dokumentasi foto-foto berisi sejarah Lawang Sewu dan sejarah perkereta apian. Sangat menarik dan bermanfaat bagi pengunjung, karena kita jadi tahu latar belakang sejarah perkereta apian di Indonesia.


Alat komunikasi
alat-komunikasi/telefon
(Gambar: koleksi pribadi)

 
Alat hitung Odhner
alat-hitung-original-odhner
(Gambar: koleksi pribadi)


Saya menuju ke bangunan utama dan naik ke lantai dua. Di bangunan utama ini terapat ornamen berupa kubah kecil yang dilapisi tembaga dan puncak menara dengan hiasan perunggu. Selain itu, di bangunan utama juga terdapat jendela yang terbuat dari kaca patri yang terlihat sangat mewah sekali. Jendela ini diletakkan pada sudut 45 derajat bangunan berletter L dan menghadap ke timur. Pada pagi atau sore hari, bila kaca patri terkena cahaya matahari, maka cahaya matahari akan tembus memantulkan warna kaca patri bagian dalam. Memang indah sekali. Dan Alhamdulillah saya sempat melihat keindahan kaca patri ini, karena saya berkunjung ke sana saat jam menunjukkan pukul 10.00 WIB.

Menurut info yang saya baca, kaca patri ini dibuat oleh Johannes Lourens Schouten dari Delft Belanda. Kaca patri yang didominasi warna biru dan hijau ini dibagi menjadi bagian kiri, bagian kanan, bagian tengah atas dan bagian tengah bawah yang msing-masing mempunyai ornament berbeda dengan makna masing-masing yang berbeda pula.

Bagian kiri terdapat gambar dedaunan, yang maknanya adalah lambang kemakmuran dan keindahan di pulau Jawa dengan keragaman flora dan faunanya. Bagian kanan menggambarkan keadaan kota Semarang dan keadaan kota Batavia (sekarang adalah Jakarta). Gambar bagian tengah atas menggambarkan kota Semarang dan Batavia sebagai pintu maritim menuju pulau Jawa. Gambar bagian bawah terdapat dua orang wanita yaitu Dewi Fortuna (dewi keberuntungan) dan Dewi Venus (dewi kecantikan dan cinta kasih).


Jendela kaca patri
jendela-kaca-patri
(Gambar: koleksi pribadi)

 
Pada jalan menuju pintu keluar (sebelah kiri) tampak bangunan yang ukurannya agak kecil dan berdiri sendiri. Setelah masuk ke dalam, tenyata di sini dipamerkan berbagai alat-alat perkereta apian misalnya signal yang ada di palang kereta api, dan beberapa lainnya. Selain itu juga terdapat perpustakaan berisi buku-buku tentang kereta api, dokumentsi berupa foto-foto pemugaran gedung Lawang Sewu dan pameran beberapa material restorasi.


Salah satu gedung di Lawang Sewu
salah-satu-gedung-di-lawang-sewu
(Gambar: koleksi pribadi)

 
Peralatan masinis
peralatan-masinis
(Gambar: koleksi pribadi)


Di depan terdapat taman dengan pohon-pohon asam dan beberapa kursi untuk beristirahat pengunjung. Juga terdapat lokomotif yang dipajang sebagai spot foto bagi pengunjung. Dan yang terakhir, saat ini Lawang Sewu juga bisa disewa sebagai gedung pertemuan untuk pernikahan, gathering, pameran dan foto prewedding.


Lokomotif di halaman depan
lokomotif-di-halaman-depan
(Gambar: koleksi pribadi)

 

PENUTUP

Itulah sedikit ulasan saya tentang Lawang Sewu, sebagai cagar budaya yang harus dilestarikan dan sebagai museum perkereta apian di Indonesia.

Posting Komentar