Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat anak-anak (usia SD) masih belum bisa mandiri. Kemandirian itu misalnya dalam hal-hal kecil, mengambil baju sendiri, menyiapkan keperluan sekolahnya sendiri, mandi sendiri atau bahkan masih disuapi saat makan. Memang kadang orang tua maklum bila anak kelas 1 SD masih belum bisa melakukan hal-hal mendasar, tetapi bagaimana dengan anak yang usianya lebih besar? Apakah masih harus selalu dilayani sehingga anak kurang bisa mandiri?
Hal ini disebabkan rasa khawatir yang berlebihan dari orang tua, dan kurangnya kepercayaan orang tua kepada anak. Seringkali mereka berpendapat, anak-anak masih belum bisa melakukan hal-hal mendasar, seperti mandi sendiri, memakai baju sendiri, makan sendiri, memakai sepatu sendiri dan beberapa hal kecil lainnya.
“Nanti kalau memakai baju sendiri, pasti hasilnya nggak rapi.” “Kalau makan sendiri, pasti butuh waktu lama, bisa terlambat masuk sekolah.” “Buat apa memakai sepatu sendiri, kalau ibu bisa memakaikannya, biar cepat dan hemat waktu.” Dan banyak lagi alasan orang tua yang membiarkan anaknya tidak mandiri, karena apapun kebutuhannya selalu diladeni dan dibantu.
Contoh lainnya adalah, seorang anak yang tidak punya rasa percaya diri saat berada di lingkungan luar rumahnya. Saat hari pertama masuk sekolah (TK maupun kelas 1 SD), masih banyak anak yang minta ditunggu oleh orang tuanya, walaupun itu di luar kelas. Saya jadi teringat si bungsu saat masuk TK pertama kali, minta ibunya menemani hingga seminggu lamanya. Hingga saya ditegur ibu guru,”wah…ibunya ikut sekolah ya.”
Dengan berjalannya waktu, saat ini anak saya sudah hampir menyelesaikan kuliah. Dan tentunya sebagai mahasiswa sudah punya rasa percaya diri, dengan mengikuti berbagai kegiatan di kampusnya.
Pola asuh orang tua terhadap anak, akan terbawa dan membentuk karakter anak hingga dewasa. Jadi disini peran orang tua sangat penting dalam membentuk karakter anak. Kemandirian dan rasa percaya diri merupakan bekal di masa depan bagi anak-anak kita kelak.
MENGAPA ANAK PERLU MANDIRI DAN PERCAYA DIRI SEJAK DINI?
![]() |
| anak-mandiri-berdiskusi-dengan-teman-belajar (gambar: pinterest) |
Keyakinan anak terhadap kemampuan dirinya sendiri, itulah kepercayaan diri. Mereka tidak pernah ragu, berani tampil di depan umum, dan tidak takut gagal, karena mereka bisa belajar dari kesalahan.
Dengan kemandirian dan rasa percaya diri, anak-anak akan menjadi orang yang bertanggung jawab kelak saat dewasa. Selain itu juga siap menghadapi setiap masalah dan tantangan dalam hidupnya. Berusaha untuk mampu menyelesaikan setiap masalah dengan bertanggung jawab dan dengan sebaik-baiknya.
Beberapa dampak positif kemandirian dan percaya diri pada anak adalah:
- Dalam kehidupan sosialnya, seorang anak yang mandiri dan percaya diri akan menjadi lebih mudah bergaul dengan lingkungannya. Selain itu anak juga mempunyai keberanian untuk menyampaikan pendapat, lebih punya rasa empati, lebih mudah bekerja sama di dalam kelompok, serta tidak mudah terpengaruh teman-temannya.
- Dalam hal akademik, anak akan lebih mandiri dalam mengerjakan tugas (tidak bergantung pada orang lain). Lebih memotivasi belajar, dan percaya pada kemampuannya sehingga tidak mudah menyerah. Dalam kegiatan belajar pun pasti dia lebih aktif bertanya maupun terlibat dibandingkan anak-anak lain yang kurang percaya diri.
- Lebih bisa mengendalikan emosi, tidak takut menghadapi kegagalan karena berani mencoba lagi, lebih tenang dan nyaman dalam segala situasi.
![]() |
| anak-yang-percaya-diri-akan-lebih-aktif-di-kelas (gambar: pinterest) |
- Anak mempunyai ketergantungan yang berlebihan. Ketergantungan itu tak hanya menunggu bantuan orang lain saja, tetapi juga sulit mengambil keputusan dan tidak bisa menghadapi situasi (tantangan) yang terjadi di luar rumah (sekolah dan lingkungan sosialnya).
- Anak mempunyai rasa tidak percaya diri, minder, takut, takut untuk mencoba hal baru dan takut salah atau lebih sering menghindar.
- Anak tidak yakin pada pendiriannya sehingga lebih mudah terpengaruh oleh teman, anak tidak mampu membela diri (berkata “tidak”).
- Anak tidak aktif di kelas, saat mengalami kesulitan belajar akan mudah menyerah, tidak punya inisiatif. Hal ini akan berpengaruh pada akademiknya.
- Dalam masalah emosional, anak akan mudah cemas, takut, frustrasi sehingga menjadi remaja yang pasif (terlalu bergantung pada orang lain).
JENIS POLA ASUH DAN DAMPAKNYA
Dilansir dari siloamhospital.com ada 4 jenis pola asuh dan dampaknya terhadap anak. Pola asuh ini mempunyai pengaruh besar terhadap kepribadian anak.- Pola Asuh Otoritatif, dikenal juga dengan pola asuh demokratis. Pola asuh ini mengutamakan komunikasi dua arah antara orang tua dan anak. Dalam hal ini orang tua selalu mendukung, responsif dan mendengarkan pendapat anak. Orang tua juga menciptakan kesadaran pada anak dengan menjelaskan tiap aturan dengan bijak. Dengan pola asuh ini biasanya orang tua dan anak lebih sering berdiskusi, namun juga memberi batasan yang tegas terhadap anak, dan mendorong anak agar mandiri. Pola asuh otoritatif memberi pengaruh pada anak diantaranya, anak lebih mudah berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain, tidak menunjukkan kekerasan, lebih berhasil di bidang akademik, dapat mengendalikan diri, mempunyai keterampilan sosial yang baik dan mempunyai kesehatan mental yang baik.
- Pola Asuh Otoriter, yang mengutamakan komunikasi satu arah dan biasanya banyak larangan dan perintah dari orang tua. Seringkali orang tua memberikan hukuman atau menerapkan disiplin yang keras untuk mengendalikan perilaku anak. Hal ini dapat berpengaruh pada kesehatan mental anak. Dampak dari pola asuh otoriter ini antara lain, anak takut salah, suit mengambil keputusan sendiri, memiliki masalah mental, anak tidak berani mengemukakan pendapat, nilai akademik kurang memuaskan, tidak mandiri, minder.
- Pola Asuh Permisif, dimana pola asuh ini memprioritaskan kenyamanan anak. Biasanya anak jarang mendapat aturan atau hukuman yang ketat. Orang tua cenderung memanjakan anak dan tidak bisa mengatakan “tidak” terhadap permintaan anak. Dampak pola asuh ini ketika anak telah dewasa adalah tidak mandiri, impulsif dan agresif, cenderung egois, tidak dapat mengikuti aturan, kontrol diri kurang baik, resikonya lebih besar dalam menghadapi masalah pada hubungan sosial (interaksi sosial).
- Pola Asuh Neglectful, yaitu tidak memberikan batasan yang tegas terhadap anak, tidak memerhatikan kebutuhan anak, orang tua enggan terlibat dalam kehidupan anak. Dengan kata lain orang tua bersikap tidak peduli atau acuh pada anak. Dampak pola asuh ini terhadap pertumbuhan anak adalah anak menjadi kurang percaya diri, tidak mampu mengatur emosi, beresiko terkena gangguan mental, merasa rendah diri, lebih impulsif dan terlihat tidak bahagia.
STRATEGI POLA ASUH UNTUK MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN ANAK
![]() |
| memberi-tanggung-jawab-membereskan-kamar-sendiri (gambar: pinterest) |
- Memberikan tanggung jawab pada anak sesuai usia. Mulailah dengan hal-hal yang sederhana misalnya membereskan mainan sendiri, memilih baju sendiri, menyikat gigi sendiri. Mintalah anak untuk melakukan hal-hal tersebut dengan suara yang ramah dan lembut, jangan membentak ataupun bernada memerintah, sehingga anak pun merasa nyaman, dan mau menjalankan tanggung jawabnya tanpa diminta. Orang tua dapat meminta anak dengan berkata, “nanti sesudah mainan, tolong dikembalikan ke tempatnya ya nak, supaya tidak berantakan.” “Kamu boleh memilih sendiri baju yang mau dipakai dan disukai.”
- Jangan terlalu cepat membantu, biarkan anak mencoba menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Misalnya saat membereskan mainan, orang tua harus sabar menunggu hingga anak selesai melakukannya. Ya, mungkin memang hasilnya tidak rapi atau masih berantakan. Tetapi tidak mengapa, hal ini merupakan proses belajar. Nantinya lama kelamaan anak akan terbiasa melakukan apa yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
- Ajarkan anak untuk mengambil keputusan, dengan cara memberikan pilihan terbatas. Misalnya, saat memilih baju berikan pilihan padanya, “Nak, kamu mau pake baju yang merah atau pink hari ini?” Dengan demikian anak akan belajar berpikir dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.
- Buatlah jadwal harian yang mengatur aktivitas anak, sehingga hal ini akan membantu anak disiplin tanpa adanya paksaan.
- Memberikan pujian atas usaha yang telah dilakukannya, bukan hanya pujian pada hasil yang dicapainya. Dengan pujian ini memperkuat rasa percaya diri dan kemauan belajar pada anak.
- Melibatkan anak dalam aktivitas sehari-hari, misalnya mengajak anak berbelanja, menyiapkan perlengkapan sekolahnya, ikut membantu mengelap perabotan.
- Orang tua menjadi contoh atau teladan bagi anak.
CARA MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK MELALUI DUKUNGAN ORANG TUA
![]() |
| tunjukkan-cinta-pada-anak (gambar: pinterest) |
- Menunjukkan cinta pada anak dengan cara mendengarkan anak, memeluknya dan memujinya. Hal ini akan menyebabkan anak merasa dicintai sehingga lebih percaya diri.
- Memberi kesempatan pada anak untuk mencoba. Misalnya biarkan anak menyelesaikan tugasya sndiri, walaupun mungkin hasilnya belum sempurna. Hal ini akan membangkitkan rasa mampu pada dirinya.
- Fokus pada usaha bukan hanya hasil, sehingga anak akan belajar bahwa proses itu juga penting. Katakan pada anak dengan kelembutan, “nak, ibu bangga padamu.”
- Jangan membandingkan anak dengan anak lain, karena setiap anak mempunyai keistimewaan dan kemampuan sendiri-sendiri. Mungkin si A pandai dalam hal akademiknya, sebaliknya si B lebih menonjol untuk bidang kesenian atau olahraga.
- Melibatkan anak dalam pengambilan keputusan. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan menanyakan pendapat anak tentang sesuatu hal sederhana. “Sebaiknya kita liburan ke tempat A atau ke tempat B?” Dengan melibatkan anak dalam pengambilan keputusan, anak jadi merasa bahwa pendapatnya juga penting.
- Mendukung hobi dan minat anak. Setiap anak mempunyai hobi dan minat yang berbeda-beda, sehingga orang tua harus mendukung apapun yang menjadi minat anak asalkan itu kegiatan positif. Dengan demikian anak akan lebih berkembang dan maju.
- Menjadi teladan positif bagi anak. Anak akan meniru apa yang dilakukan orang tua, karenanya tunjukkan sikap percaya diri dalam menghadapi suatu tantangan atau masalah.
TANTANGAN DAN KESALAHAN UMUM DALAM POLA ASUH
![]() |
| jangan-terlalu-keras-pada-anak (gambar: pinterest) |
- Jangan terlalu lembut atau terlalu keras menekan anak. Karena terlalu lembut menyebabkan anak menjadi manja, dan bila terlalu keras maka anak akan merasa tertekan.
- Pengaruh gadget dan media sosial, yang dapat mempengaruhi pola asuh. Jadi orang tua sebaiknya mengontrol konten dan screen time pada anak.
- Kurangnya waktu orang tua terhadap anak disebabkan kesibukan. Hal ini dapat berpengaruh pada ikatan emosional antara anak dan orang tua.
- Perbedaan pola asuh antara ayah dan ibu, sehingga membingungkan anak.
- Adanya tekanan sosial dan lingkungan dimana orang tua kadang merasa harus mengikuti standar orang lain.
- Terlalu over protektif, bisa menghambat kemandirian dan rasa percaya diri.
- Terlalu sering membandingkan anak dengan saudara atau anak lain, bisa merusak harga diri anak.
- Aturan yang berubah-ubah membuat anak bingung dan kurang disiplin.
- Kurang mendengarkan anak, sehingga anak merasa tidak dihargai dan akibatnya anak menjadi tidak terbuka terhadap orang tua.
- Menggunakan hukuman fisik atau kata-kata kasar bisa menimbulkn trauma, rasa takut atau pemberontakan.
Referensi:
https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/jenis-jenis-pola-asuh-orang-tua




.jpeg)
.jpg)

Ya, harus diakui gak semua orang tua punya kesabaran untuk melihat anak berproses. TBH, ya mungkin ibuku dulu juga gitu. Gak sabar liat anaknya makan lelet dan belepotan misalnya, jadinya disuapin biar cepet dan bersih. Untungnya, kemudian aku dibiarkan mandiri. Tanggung jawab pekerjaan rumah juga diberikan (baca: dipaksa haha). Jadinya gak terjebak dalam pola asuh manja. Usia SD aku udah bisa masak telor dan mie sendiri, ini mungkin biasa tapi aku pernah main ke rumah temenku, dia seumur-umur gak tahu caranya nyalain kompor gas :D
BalasHapusJadinya emang terbentuk rasa percaya diri baik ke aku dan ibuku juga. Ada trust juga. Makanya aku gak pernah ngeasain momen dilarang berkegiatan. Sebab orang tua percaya penuh anaknya gak akan macem-macem.
Aku ga mau mendidik anak secara otoriter , kayak dulu ortuku mendidik kami mba. Krn efeknya memang, bikin ga percaya diri, daaan, anak jadi pembangkang. Aku belajar dari situ. Walaupuuun ga selakunya jelek juga, Krn aku pun jadi terbiasa disiplin, sebab dilatih sejak kecil.
BalasHapusMakanya berusaha combine cara2 didikan ala jaman dulu, tapi juga dengan sistem demokrasi.
Aku selalu tanya ke anak, apa dia mah ikut les A, atau lebih nyaman les B. JD ga maksa mereka. Krn sesuatu yg dipaksa, anaknya juga ga bakal serius mempelajari.
Usaha2 yg mereka lakukan aku coba appreciate. Ntah dengan pujian, atau memberi hadiah kecil. Dan selalu aku tekankan, effort mereka jauuuh lebih penting. Jangan sampai Krn mengutamakan hasil, nantinya mereka terbiasa curang. Aku ga mau.
GPP dpt nilai jelek, asalkan mereka memang sudah berusaha.
Masih banyak kekurangannya... Soal disiplin anak2 blm bisa dilepas. Sholat msh harus diingatin. Tapi memang ga boleh bosan kita bimbing mereka. Pelan2 dan semoga nantinya bisa terbiasa utk sholat tanpa hrs diingatkan.
Melatih kepercayaan diri juga dengan rajin bawa anak2 ke acara keluarga, jadi mereka terbiasa bersosialisasi dengan kluarga juga.
Kalau otoriter berarti VOC parenting gitu ya Mbak? Nah dulu ortuku cukup otoriter. Makanya sekarang ke Saladin daku berusaha lebih luwes dan demokratis. Tentu dengan ngajarin disiplin juga (tanpa kekerasan fisik) agar dia lebih mandiri, apalagi anak laki-laki, wajib mandiri.
BalasHapusAnakku cuma satu yang ngrasain TK formal itu pun TK A doank, krn mendadak kami pindah. Di TK itu ortu gak boleh sama sekali nungguin anaknya, jadi yawda melepas anak sambil mennagis tu terjadi tiap harinya di awal2 dia sekolah. Kata gurunya gpp terlambat asalkan anaknya siap masuk sekolah bawa dan tinggal hehe.
BalasHapusKebetulan juga kami pendatang jauh dari keluarga, siapa lagi yang jaga kalau bukan daycare, sama juga deh drama, tapi pada akhirnya mau gak mau harus dilepas.
Tipsnya sih kalau lagi pergi gak usah terlalu mimirin anak asalkan yakin anak udah berada di tangan yang tepat.
Hasilnya sampai sekarang udah bisa mandiri walau karena masih SD ya tetep kudu dipantau2, apalagi zaman sekarang ngeri yaa.
Penting banget sedikit demi sedikit memberikan ruang ke anak supaya mereka juga tumbuh. jangan sedikit2 ortu melindungi, entah kapan mandirinya kalau kek gitu. Tapi ya tetep alon2 sesuai usia dan setuju, tanpa perlu membandingkan dengan anak lain yang mungkin secara kasat mata dilihat lebih mandiri atau gimana gitu.
April memang TOP dahhh
Hapusaku juga salut ama parenting ala April.
bukan VOC² amat, tp tetep mindfull dan anak jd mandiriii
Sangat informatif sekali artikelnya mba, bisa menjadi panduan dan pedoman buat mendidik anak sejak dini, agar tumbuh menjadi anak yang percaya diri dan mandiri. Mandiri dapat dilatih dan dibiasakan dari hal-hal sederhana dalam keseharian ya.
BalasHapusJika berulang dilakukan, bisa bikin anak terbiasa, bahkan familiar melakukan kemandirian dan terlatih serta anak yang mandiri biasanya lebih mudah merasa percaya diri 👍
Melatih kemandirian sejak dini memang PR yang nggak mudah bagi orang tua. Kalau saya pelan-pelan sambil dipantau apa anak sudah siap diberikan sebuah tugas baru. Misal memakai baju sendiri, mandi sendiri, membantu pekerjaan rumah dll. Kadang emang dlaam prosesnya masih saya bantu atau saya koreksi samapai dia benar-benar mahir dan tidak perlu bantuan saya lagi.
BalasHapusKalau untuk pola asuh secara garis besar menggunakan Pola Asuh Otoritatif, tapi sering kali tanpa sadar juga menyerempet pola asuh lainnya. Hahahaha
waiiiiniiiii.... pengingat buat kita semua sih ya. Setuju banget kalau kemandirian dan percaya diri itu bekal penting buat anak-anak ke depannya. Apalagi soal contoh anak yang masih disuapi atau takut masuk sekolah, itu kejadian sehari-hari yang sering bikin kita mikir, "Sampai kapan, ya?" Memang harus ada keseimbangan antara dukungan dan batasan tegas, biar anak enggak manja tapi juga enggak tertekan. Mengajak anak ambil keputusan kecil kayak pilih baju itu trik sederhana tapi dampaknya besar. kuncinya ada di kepercayaan orang tua ke anak, ya? Biarkan mereka mencoba dan berbuat salah. Soalnya, kalau kita terlalu cepat turun tangan karena khawatir enggak rapi atau lambat, justru kita yang menghambat proses belajarnya jadi mandiri.
BalasHapusMengajarkan kemandirian sejak dini mungkin bukan hal yang mudah ya. Sebab bisa aja muncul rasa takut dari yang mengajarnya. Contohnya saya, hehe.. kadang ada rasa takut kalo ponakan melakukan itu ntar dia jatoh atau kenapa² huhu (gimana kalo nanti punya anak sendiri yak hihi) ah harus diubah nih cara saya biar ponakan bisa makin percaya diri
BalasHapusBaca ini jadi ingat bagaimana Ibu ku mendidik aku. Dengan pola asuh demokratis, kami semua anak-anak jadi mandiri dan terbiasa untuk bekerjasama dengan orang lain.
BalasHapusTulisan ini daging banget untuk para orang tua dan pendidik. Semua yang dibutuhkan generasi penerus ada semua. Terima kasih sudah menulisnya.
Setuju banget dengan artikelnya mba, sebisa mungkin anak diajak berdiskusi dalam memutuskan suatu hal yang berkaitan dengan dirinya dan keluarga biar lebih berani mengungkapkan pendapat dan mencari jalan keluar dengan kreatif ya
BalasHapusMendidik anak itu emang butuh kesadaran ekstra. Makanya sebelum punya anak tuh kedua orang tuaku sudah mewanti² untuk nggak ikut arus atau terlalu memperhatikan kata orang tentang momongan. Misal kalau belum siappun nggak apa² kok menunda daripada punya anak tapi justru yg anak jadi korban. Ya, yg bisa kita lihat dalam berita yg kurang menyenangkan di beranda informasi.
BalasHapusSelain penerapan pola asuh, lingkungan pun kudu supportif sama penerapan yang sudah disepakati, jika nggak maka pola asuh yang berjalan tuh bisa nggak lancar dan visinya pun tidak tercapai. 😥
Mengasuh anak ini memang banyak banget PR ceklisnya yaa..
BalasHapusTapi satu yang harus dilakukan adalah menyelesaikan masalah diri sendiri dulu.
Kalau orangtuanya punya masalah pengasuhan sebelumnya, biasanya akan tertatih banget menerapkan pengasuhan yang bijak.
Dan sebaik-baik pengasuhan memang bukan hanya melalui perkataan, tapi lebih cepat lagi melalui contoh ((perbuatan yang nyata)) - "Children see, children do".
They learn by observing and imitating the behavior of others, particularly their parents and caregivers, making them excellent imitators.
Tidak mudah memang mengasuh anak itu karena banyak tantangan apalagi pada zaman sekarang ini. Walaupun sudah banyak contoh akan tetapi contoh terbaik adalah orang tua itu sendiri bagaimana bisa menerapkan berbagai aturan dan juga perbuatan sehingga sesuai dengan perkataan sehingga anak bisa melihat dan juga meniru dan melaksanakan apa yang dilakukan oleh orang tuanya karena apabila ucapan berlawanan dengan perbuatan, makanya nanti akan bingung
BalasHapusKemandirian anak memang sudah dilatih sejak.kecil. hanya kadang malah orang tua sendiri yang membuat anak Tidka mandiri. Misalnya anak tidak dibiarkan makan sendiri dengan alasan belepotan, makan tececer di mana-mana. Berantakan. Akhirnya anak dibantu lagi. Padahal kalau anak mengerjakan sendiri dan selesai. Maka akan memupuk rasa percaya dirinya juga.
BalasHapusKalau saya, paling setuju pola asuh otoritatif
Saya setuju tuh mba dnegan point jangan terlalu cepat membantu. Ada baiknya anak merasakan bagaimana berjuang dan sesekali tidak apa-apa membiarkan mereka merasakan gagal dan sukses berganti ganti. Agar mereka merasakan macam-macam emosi. tentu saja dengan pendampingan dari orang tua agar tidak kebablasan.
BalasHapus'Kan yang penting sudah usaha' kalimat itu sering diucapkan kiddos ku mbak. Memang kami tidak mengutamakan hasil tapi proses untuk mencapai hasil tersebut. Jadi anak tidak tertekan jika dia belum berhasil tapi dia akan bersungguh-sungguh untuk belajar agar berhasil
BalasHapusSetuju banget kalau pola asuh positif jadi kunci membentuk anak yang mandiri dan percaya diri. Pendekatan seperti ini bikin anak merasa dihargai sekaligus belajar bertanggung jawab dengan cara yang menyenangkan
BalasHapusMemiliki anak yang mandiri dan percaya diri adalah dambaan bagi setiap orang tua ya mbak
BalasHapusTentu saja itu semua butuh usaha ya
Orang tua harus bisa menerapkan pola asuh yang positif