wahyusuwarsi.com

BAGAIMANA POLA ASUH POSITIF AGAR ANAK MANDIRI DAN PERCAYA DIRI


Kemandirian memilih baju sendiri


Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat anak-anak (usia SD) masih belum bisa mandiri. Kemandirian itu misalnya dalam hal-hal kecil, mengambil baju sendiri, menyiapkan keperluan sekolahnya sendiri, mandi sendiri atau bahkan masih disuapi saat makan. Memang kadang orang tua maklum bila anak kelas 1 SD masih belum bisa melakukan hal-hal mendasar, tetapi bagaimana dengan anak yang usianya lebih besar? Apakah masih harus selalu dilayani sehingga anak kurang bisa mandiri?

Hal ini disebabkan rasa khawatir yang berlebihan dari orang tua, dan kurangnya kepercayaan orang tua kepada anak. Seringkali mereka berpendapat, anak-anak masih belum bisa melakukan hal-hal mendasar, seperti mandi sendiri, memakai baju sendiri, makan sendiri, memakai sepatu sendiri dan beberapa hal kecil lainnya.

“Nanti kalau memakai baju sendiri, pasti hasilnya nggak rapi.” “Kalau makan sendiri, pasti butuh waktu lama, bisa terlambat masuk sekolah.” “Buat apa memakai sepatu sendiri, kalau ibu bisa memakaikannya, biar cepat dan hemat waktu.” Dan banyak lagi alasan orang tua yang membiarkan anaknya tidak mandiri, karena apapun kebutuhannya selalu diladeni dan dibantu.

Contoh lainnya adalah, seorang anak yang tidak punya rasa percaya diri saat berada di lingkungan luar rumahnya. Saat hari pertama masuk sekolah (TK maupun kelas 1 SD), masih banyak anak yang minta ditunggu oleh orang tuanya, walaupun itu di luar kelas. Saya jadi teringat si bungsu saat masuk TK pertama kali, minta ibunya menemani hingga seminggu lamanya. Hingga saya ditegur ibu guru,”wah…ibunya ikut sekolah ya.”

Dengan berjalannya waktu, saat ini anak saya sudah hampir menyelesaikan kuliah. Dan tentunya sebagai mahasiswa sudah punya rasa percaya diri, dengan mengikuti berbagai kegiatan di kampusnya.

Pola asuh orang tua terhadap anak, akan terbawa dan membentuk karakter anak hingga dewasa. Jadi disini peran orang tua sangat penting dalam membentuk karakter anak. Kemandirian dan rasa percaya diri merupakan bekal di masa depan bagi anak-anak kita kelak.

MENGAPA ANAK PERLU MANDIRI DAN PERCAYA DIRI SEJAK DINI?

Mandiri dalam berdiskusi
anak-mandiri-berdiskusi-dengan-teman-belajar
(gambar: pinterest)

Kemandirian merupakan kemampuan anak dalam melakukan tugas-tugasnya dan anak mampu mengambil keputusan tanpa bantuan orang lain. Anak yang mandiri mampu menyelesaikan masalah-masalah yang sederhana, mampu bertanggung jawab pada pilihannya serta berani mencoba hal-hal baru.

Keyakinan anak terhadap kemampuan dirinya sendiri, itulah kepercayaan diri. Mereka tidak pernah ragu, berani tampil di depan umum, dan tidak takut gagal, karena mereka bisa belajar dari kesalahan.

Dengan kemandirian dan rasa percaya diri, anak-anak akan menjadi orang yang bertanggung jawab kelak saat dewasa. Selain itu juga siap menghadapi setiap masalah dan tantangan dalam hidupnya. Berusaha untuk mampu menyelesaikan setiap masalah dengan bertanggung jawab dan dengan sebaik-baiknya.

Beberapa dampak positif kemandirian dan percaya diri pada anak adalah:
  1. Dalam kehidupan sosialnya, seorang anak yang mandiri dan percaya diri akan menjadi lebih mudah bergaul dengan lingkungannya. Selain itu anak juga mempunyai keberanian untuk menyampaikan pendapat, lebih punya rasa empati, lebih mudah bekerja sama di dalam kelompok, serta tidak mudah terpengaruh teman-temannya.
  2. Dalam hal akademik, anak akan lebih mandiri dalam mengerjakan tugas (tidak bergantung pada orang lain). Lebih memotivasi belajar, dan percaya pada kemampuannya sehingga tidak mudah menyerah. Dalam kegiatan belajar pun pasti dia lebih aktif bertanya maupun terlibat dibandingkan anak-anak lain yang kurang percaya diri.
  3. Lebih bisa mengendalikan emosi, tidak takut menghadapi kegagalan karena berani mencoba lagi, lebih tenang dan nyaman dalam segala situasi.

Anak yang percaya diri dan aktif di kelas
anak-yang-percaya-diri-akan-lebih-aktif-di-kelas
(gambar: pinterest)

Apa dampaknya jika anak tidak diajarkan mandiri dan percaya diri sejak kecil?
  1. Anak mempunyai ketergantungan yang berlebihan. Ketergantungan itu tak hanya menunggu bantuan orang lain saja, tetapi juga sulit mengambil keputusan dan tidak bisa menghadapi situasi (tantangan) yang terjadi di luar rumah (sekolah dan lingkungan sosialnya).
  2. Anak mempunyai rasa tidak percaya diri, minder, takut, takut untuk mencoba hal baru dan takut salah atau lebih sering menghindar.
  3. Anak tidak yakin pada pendiriannya sehingga lebih mudah terpengaruh oleh teman, anak tidak mampu membela diri (berkata “tidak”).
  4. Anak tidak aktif di kelas, saat mengalami kesulitan belajar akan mudah menyerah, tidak punya inisiatif. Hal ini akan berpengaruh pada akademiknya.
  5. Dalam masalah emosional, anak akan mudah cemas, takut, frustrasi sehingga menjadi remaja yang pasif (terlalu bergantung pada orang lain).

JENIS POLA ASUH DAN DAMPAKNYA

Dilansir dari siloamhospital.com ada 4 jenis pola asuh dan dampaknya terhadap anak. Pola asuh ini mempunyai pengaruh besar terhadap kepribadian anak.
  1. Pola Asuh Otoritatif, dikenal juga dengan pola asuh demokratis. Pola asuh ini mengutamakan komunikasi dua arah antara orang tua dan anak. Dalam hal ini orang tua selalu mendukung, responsif dan mendengarkan pendapat anak. Orang tua juga menciptakan kesadaran pada anak dengan menjelaskan tiap aturan dengan bijak. Dengan pola asuh ini biasanya orang tua dan anak lebih sering berdiskusi, namun juga memberi batasan yang tegas terhadap anak, dan mendorong anak agar mandiri. Pola asuh otoritatif memberi pengaruh pada anak diantaranya, anak lebih mudah berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain, tidak menunjukkan kekerasan, lebih berhasil di bidang akademik, dapat mengendalikan diri, mempunyai keterampilan sosial yang baik dan mempunyai kesehatan mental yang baik.
  2. Pola Asuh Otoriter, yang mengutamakan komunikasi satu arah dan biasanya banyak larangan dan perintah dari orang tua. Seringkali orang tua memberikan hukuman atau menerapkan disiplin yang keras untuk mengendalikan perilaku anak. Hal ini dapat berpengaruh pada kesehatan mental anak. Dampak dari pola asuh otoriter ini antara lain, anak takut salah, suit mengambil keputusan sendiri, memiliki masalah mental, anak tidak berani mengemukakan pendapat, nilai akademik kurang memuaskan, tidak mandiri, minder.
  3. Pola Asuh Permisif, dimana pola asuh ini memprioritaskan kenyamanan anak. Biasanya anak jarang mendapat aturan atau hukuman yang ketat. Orang tua cenderung memanjakan anak dan tidak bisa mengatakan “tidak” terhadap permintaan anak. Dampak pola asuh ini ketika anak telah dewasa adalah tidak mandiri, impulsif dan agresif, cenderung egois, tidak dapat mengikuti aturan, kontrol diri kurang baik, resikonya lebih besar dalam menghadapi masalah pada hubungan sosial (interaksi sosial).
  4. Pola Asuh Neglectful, yaitu tidak memberikan batasan yang tegas terhadap anak, tidak memerhatikan kebutuhan anak, orang tua enggan terlibat dalam kehidupan anak. Dengan kata lain orang tua bersikap tidak peduli atau acuh pada anak. Dampak pola asuh ini terhadap pertumbuhan anak adalah anak menjadi kurang percaya diri, tidak mampu mengatur emosi, beresiko terkena gangguan mental, merasa rendah diri, lebih impulsif dan terlihat tidak bahagia.
Gaya pola asuh yang paling banyak direkomendasikan adalah pola asuh otoritatif (demokratis). Anak yang memiliki orang tua otoritatif , bisa tumbuh menjadi orang dewasa dengan pribadi yang bertanggung jawab, serta mampu mengungkapkan pendapat mereka dengan baik.

STRATEGI POLA ASUH UNTUK MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN ANAK

Tanggung jawab membereskan kamarnya sendiri
memberi-tanggung-jawab-membereskan-kamar-sendiri
(gambar: pinterest)

Menumbuhkan kemandirian anak bisa dimulai sejak usia dini. Beberapa hal tersebut akan diulas di bawah ini.
  1. Memberikan tanggung jawab pada anak sesuai usia. Mulailah dengan hal-hal yang sederhana misalnya membereskan mainan sendiri, memilih baju sendiri, menyikat gigi sendiri. Mintalah anak untuk melakukan hal-hal tersebut dengan suara yang ramah dan lembut, jangan membentak ataupun bernada memerintah, sehingga anak pun merasa nyaman, dan mau menjalankan tanggung jawabnya tanpa diminta. Orang tua dapat meminta anak dengan berkata, “nanti sesudah mainan, tolong dikembalikan ke tempatnya ya nak, supaya tidak berantakan.” “Kamu boleh memilih sendiri baju yang mau dipakai dan disukai.”
  2. Jangan terlalu cepat membantu, biarkan anak mencoba menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Misalnya saat membereskan mainan, orang tua harus sabar menunggu hingga anak selesai melakukannya. Ya, mungkin memang hasilnya tidak rapi atau masih berantakan. Tetapi tidak mengapa, hal ini merupakan proses belajar. Nantinya lama kelamaan anak akan terbiasa melakukan apa yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
  3. Ajarkan anak untuk mengambil keputusan, dengan cara memberikan pilihan terbatas. Misalnya, saat memilih baju berikan pilihan padanya, “Nak, kamu mau pake baju yang merah atau pink hari ini?” Dengan demikian anak akan belajar berpikir dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.
  4. Buatlah jadwal harian yang mengatur aktivitas anak, sehingga hal ini akan membantu anak disiplin tanpa adanya paksaan.
  5. Memberikan pujian atas usaha yang telah dilakukannya, bukan hanya pujian pada hasil yang dicapainya. Dengan pujian ini memperkuat rasa percaya diri dan kemauan belajar pada anak.
  6. Melibatkan anak dalam aktivitas sehari-hari, misalnya mengajak anak berbelanja, menyiapkan perlengkapan sekolahnya, ikut membantu mengelap perabotan.
  7. Orang tua menjadi contoh atau teladan bagi anak.

CARA MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK MELALUI DUKUNGAN ORANG TUA

Menunjukkan cinta pada anak
tunjukkan-cinta-pada-anak
(gambar: pinterest)
  1. Menunjukkan cinta pada anak dengan cara mendengarkan anak, memeluknya dan memujinya. Hal ini akan menyebabkan anak merasa dicintai sehingga lebih percaya diri.
  2. Memberi kesempatan pada anak untuk mencoba. Misalnya biarkan anak menyelesaikan tugasya sndiri, walaupun mungkin hasilnya belum sempurna. Hal ini akan membangkitkan rasa mampu pada dirinya.
  3. Fokus pada usaha bukan hanya hasil, sehingga anak akan belajar bahwa proses itu juga penting. Katakan pada anak dengan kelembutan, “nak, ibu bangga padamu.”
  4. Jangan membandingkan anak dengan anak lain, karena setiap anak mempunyai keistimewaan dan kemampuan sendiri-sendiri. Mungkin si A pandai dalam hal akademiknya, sebaliknya si B lebih menonjol untuk bidang kesenian atau olahraga.
  5. Melibatkan anak dalam pengambilan keputusan. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan menanyakan pendapat anak tentang sesuatu hal sederhana. “Sebaiknya kita liburan ke tempat A atau ke tempat B?” Dengan melibatkan anak dalam pengambilan keputusan, anak jadi merasa bahwa pendapatnya juga penting.
  6. Mendukung hobi dan minat anak. Setiap anak mempunyai hobi dan minat yang berbeda-beda, sehingga orang tua harus mendukung apapun yang menjadi minat anak asalkan itu kegiatan positif. Dengan demikian anak akan lebih berkembang dan maju.
  7. Menjadi teladan positif bagi anak. Anak akan meniru apa yang dilakukan orang tua, karenanya tunjukkan sikap percaya diri dalam menghadapi suatu tantangan atau masalah.

TANTANGAN DAN KESALAHAN UMUM DALAM POLA ASUH

Terlalu keras pada anak
jangan-terlalu-keras-pada-anak
(gambar: pinterest)


Beberapa tantangan dan kesalahan umum dalam pola asuh akan diulas di bawah ini.
  1. Jangan terlalu lembut atau terlalu keras menekan anak. Karena terlalu lembut menyebabkan anak menjadi manja, dan bila terlalu keras maka anak akan merasa tertekan.
  2. Pengaruh gadget dan media sosial, yang dapat mempengaruhi pola asuh. Jadi orang tua sebaiknya mengontrol konten dan screen time pada anak.
  3. Kurangnya waktu orang tua terhadap anak disebabkan kesibukan. Hal ini dapat berpengaruh pada ikatan emosional antara anak dan orang tua.
  4. Perbedaan pola asuh antara ayah dan ibu, sehingga membingungkan anak.
  5. Adanya tekanan sosial dan lingkungan dimana orang tua kadang merasa harus mengikuti standar orang lain.
  6. Terlalu over protektif, bisa menghambat kemandirian dan rasa percaya diri.
  7. Terlalu sering membandingkan anak dengan saudara atau anak lain, bisa merusak harga diri anak.
  8. Aturan yang berubah-ubah membuat anak bingung dan kurang disiplin.
  9. Kurang mendengarkan anak, sehingga anak merasa tidak dihargai dan akibatnya anak menjadi tidak terbuka terhadap orang tua.
  10. Menggunakan hukuman fisik atau kata-kata kasar bisa menimbulkn trauma, rasa takut atau pemberontakan.
Demikianlah ulasan tentang bagaimana pola asuh positif agar anak mandiri dan percaya diri. Semoga bermanfaat.

Referensi:
https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/jenis-jenis-pola-asuh-orang-tua
‹ Lebih lamaTerbaru ✓

Posting Komentar