Buku "Kasih Tanpa Kata" adalah antologi yang ditulis oleh 23 penulisnya, yang mengisahkan suka dan duka para penulis bersama ayah. Seorang ayah adalah figur yang sangat dikenang oleh anak-anaknya terutama anak perempuan. Karena ayah adalah cinta pertama bagi setiap anak perempuan. Alhamdulillah, saya diberi kesempatan untuk mejadi salah satu kontributor dalam buku antologi ini. Sila baca ulasan saya tentang buku ini.
antologi-kasih-tanpa-kata (Gambar: koleksi pribadi) |
IDENTITAS BUKU
Judul buku: Kasih Tanpa Kata
Penyunting: Anna Noerhasanah
Penata letak: Pilar Pustaka
Desain Sampul: Pilar Pustaka
Penerbit : Pilar Pustaka Publishing, Cirebon, Jawa Barat
Tanggal terbit: 1 Desember 2022
Jumlah halaman: 205 halaman
Tebal buku: 14 x 20 cm
QR CBN: 62-370-4769-122
BLURB
Menurut kalian kasih dan sayang itu tersurat atau tersirat? Kadang, cinta dan kasih sayang itu tak harus diucapkan dengan untaian kata. Namun, perhatian dan tindakannya mewakilkan kata kasih dan sayang. Kasih tak terucap. Sayang tak terbilang.Akan tetapi, perbuatan nyatalah cinta yang sesungguhnya. Dia memiliki cara tersendiri untuk menunjukkan cinta dan kasih sayangnya. Dan cara dia mencintai, adalah rona yang akan memekarkan kuncup-kuncup bunga, agar merekah indah menghiasi kehidupan dengan penuh warna.
Semoga kita bisa mengambil ibrah dari semua cerita yang kita tulis. Kita harus menjadi orang tua yang lebih baik dari orang tua kita.
KISAH TENTANG AYAH DALAM ANTOLOGI “KASIH TANPA KATA”
Penulis dalam buku ini sebagian menceritakan kenangan terindah mereka bersama ayahnya, hingga sang ayah wafat. Banyak kenangan-kenangan baik ataupun yang tak berkenan dalam hati para penulis tentang ayahnya. Mereka menuliskannya dalam rangkaian kata-kata hingga menjadi sebuah cerita pendek yang menarik untuk dibaca.Ada beberapa cerita yang menarik menurut saya dalam buku ini. Pada halaman 10 cerita dengan judul Mencari Ayah yang ditulis oleh kak Susilowati Jihan, menceritakan seorang gadis bernama Bening. Gadis ini diangkat anak oleh bapak dan emak, karena kedua orang tuanya berpisah. Bening tidak dikehendaki oleh kedua orang tua kandungnya. Karena itulah Bening dirawat oleh bapak dan ibu Sabar seperti anak kandungnya sendiri. Namun begitu, Bening masih sering bertemu ibu kandungnya, yang kurang suka pada Bening. Ibunya selalu memperlakukan Bening dengan kata-kata kasar.
Bening adalah mahasiswa berprestasi sehingga dapat menyelesaikan kuliah dengan predikat cumlaude. Oleh ibu kandungnya, Bening diminta untuk bekerja ke Jepang. Masalah terjadi pada saat Bening hendak meminta tandatangan pada ayah kandungnya, untuk mengurus paspor dan berkas yang lain. Dengan perjuangannya akhirnya Bening bisa mendapat tandatangan dari ayah kandungnya, namun hal ini menyulut emosi ibu kandungnya, hingga Bening diusir oleh ibu kandungnya.
Akhir-akhir ini Bening sering merasakan sakit di perutnya. Rasa sakit ini berbaur dengan rasa sakit hati karena perlakuan ibu dan ayah kandungnya. Ternyata Bening divonis menderita tumor dan harus segera dioperasi. Ibu andungnya tidak mau tahu dengan kondisi Bening, dan hanya bapak dan ibu Sabar lah yang menemaninya selama operasi. Pun demikian setelah operasi Bening harus menjalani khemoterapi secara rutin. Dengan telaten, ayah ibu angkatnya selalu menemaninya.
Hingga suatu hari Bening mengutarakan keinginan untuk bertemu ayah kandungnya. Akan tetapi, ayah kandungnya tidak mau bertemu dengannya. Bening sangat kecewa karena berkali-kali teleponnya tak diangkat oleh ayahnya. Bening merasa bahwa ayah kandungnya belum menerima kehadirannya, seperti ibu kandung yang sangat membencinya.
Sampai malaikat maut menjemputnya, Bening tak mau disentuh ayah ibu kandungnya.
Adalagi satu cerita pendek dalam buku ini yang menarik di halaman 177, cerpen berjudul Darah Hitam yang ditulis oleh Sri Eva Ritawati. Cerpen ini mengisahkan tentang tragedi Mei 1998 yang menewaskan banyak orang non pribumi karena tangan-tangan orang yang tidak bertanggung jawab.
Fauziyati Rahman atau biasa dipanggil Zee adalah nama seorang gadis yang saat ini dibesarkan oleh keluarga bapak dan ibu Komar. Bapak dan mamah demikian Zee biasa memanggil kedua orang tuanya itu. Namun, Zee baru tahu bahwa sebenarnya mereka bukan orang tua kandungnya. Bagaimana kisahnya?
Kejadian itu mengingatkan tragedi Mei 1998. Saat itu Komar bekerja sebagai tukang masak di rumah tuan dan nyonya Lee, yang mempunyai 2 orang anak yaitu Sinyo dan Nona An. Saat kejadian itu, Komar sedang berbelanja ke pasar. Tetapi Komar terkejut sesampai di rumah majikannya telah terjadi penjarahan oleh massa dan kebakaran hebat di rumah itu. Bodyguard yang biasa melindungi mereka yaitu Birsaman, malah berbuat tidak senonoh terhadap Nona An, dan kemudian melarikan diri sambil membawa tas tua Lee yang berisi uang.
Dalam peristiwa itu, tuan Lee, nyonya Lee dan, Sinyo tewas tertimpa plafon ruang tengah yang terbakar. Komar menyelamatkan nona An dari amukan massa yang masih menjarah. Dengan kencang Komar melarikan mobil tuan Lee sambil membawa nona An menuju kampung halamannya.
Setelah tragedi itu, nona An terguncang jiwanya. Namun bapak dan ibu Komar merawat dan menasihati agar nona An mau membesarkan janin dalam rahimnya. Setelah melahirkan, nona An wafat disebabkan pendarahan yang hebat. Semenjak itu bapak dan ibu Komar merawat dan membesarkan bayi nona An layaknya darah dagingnya sendiri.
Hingga suatu hari Zee terjatuh dari ayunan, kepalanya mengalami luka yang sangat serius. Zee membutuhkan donor darah dan biaya operasi yang sedang diusahakan oleh pak Komar. Saat itu secara tidak sengaja pak Komar bertemu Birsaman yang tak lain adalah ayah kandung Zee.
Birsaman pun dengan ikhlas menjadi donor darah bagi Zee dan menyerahkan tas tuan Lee yang dicurinya. Birsaman bercerita bahwa selama 2 tahun hidupnya tidak tenang, dan meminta Komar untuk menggunakan uang itu bagi pendidikan dan kebutuhan operasi Zee.
Dengan air mata berlinang, Zee mendengarkan cerita bapaknya. Kini terjawab sudah mengapa secara fisik Zee berbeda dengan bapak dan mamahnya. Cerita ini membuat zee terkejut dan merasa syok. Karena Zee merasa bukan anak yang diharapkan lahir ke dunia ini. Dia merasa bahwa dalam tubuhnya mengalir darah hitam dari seorang laki-laki yang perbuatannya sangat tidak terpuji.
Kini Zee jadi mengerti, mengapa bapak dan mamah yang hanya punya sebuah warung kecil, namun bisa menyekolahkannya hingga ke jenjang perguruan tinggi terbaik, tentu dengan biaya yang tidak sedikit.
Saat ini Zee sedang nyantri di pondok pesantren milik Kyai dan Nyai Misbah dan putra mereka yaitu Gus Azmi adalah calon suami Zee. Dia merasa tidak pantas menjadi calon menantu Kyai dan Nyai Misbah karena mempunya bibit, bobot dan bebet yang kurang baik. Meskipun Zee menyandang predikat sebagai santri terbaik dan segudang prestasi, namun Zee merasa ragu dengan asal muasalnya yang lahir dari tragedi hitam kelam Mei 1998 lalu.
Namun bapak dan ibu Komar meyakinkannya bahwa Kyai Misbah, Nyai Misbah, Gus Azmi adalah orang-orang baik yang mau menerima Zee apa adanya dan berniat melamar Zee menjadi menantu atau istri anaknya. Bahkan Zee beserta bapak dan ibu Komar serta Gus Azmi sempat berziarah ke makam ayah Birsaman yang telah wafat.
Cerita-cerita lainnya pun sangat menarik dan membuat terharu pembacanya. Karena menceritakan kenangan bersama ayah masing-masing penulis yang kini telah wafat. Saya juga menuliskan cerita kenangan bersama ayah saya semasa hidup hingga beliau wafat setahun yang lalu.
Posting Komentar