wahyusuwarsi.com

BUKIT CINTA DAN LEGENDA BARUKLINTHING


Saat ini pemerintah daerah Kabupaten Semarang sedang gencar mempromosikan obyek-obyek wisata di daerah tersebut. Kalau kita buka websitenya di www.KabSemarangtourism.id disana banyak referensi obyek wisata di daerah Kabupaten Semarang, yang saat ini sedang dikembangkan.

                    

Pintu gerbang utama
(Foto dokumentasi pribadi)

Tentu saja dengan membangun berbagai fasilitas dan mempercantik obyek-obyek wisata, sehingga semakin banyak dikenal dan dikunjungi wisatawan. Salah satu obyek wisata yang saat ini terus direnovasi dan dipercantik adalah kawasan Bukit Cinta, yang letaknya di jalan Raya Muncul Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. Bukit Cinta direnovasi pada tahun 2018-2019 oleh Kementerian PUPR, sehingga menjadi salah satu destinasi wisata yang cantik. Oya, bukit cinta ini terletak di sebelah barat daya rawa pening, yang menyuguhkan view yang sangat bagus dan instagramable untuk penggemar fotografi.

Perjalanan ke Bukit Cinta dari Semarang, bisa melalui Ambarawa yang memakan waktu kurang lebih 1,5 jam bila lewat jalan tol. Sedangkan dari Salatiga pun juga tidak terlalu jauh untuk sampai ke obyek wisata ini.

Sekitar tahun 1985 saat saya kuliah di sebuah universitas swasta di Salatiga, bila akhir minggu sering piknik ke Bukit Cinta bersama teman-teman. Akan tetapi pada waktu itu belum seindah dan secantik sekarang. Beredar mitos di masyarakat bahwa bila ada sepasang kekasih yang mampir ke Bukit Cinta, maka hubungannya akan putus di tengah jalan. Namun ternyata itu hanya sekedar mitos dan tidak terbukti kebenarannya.

LEGENDA BARUKLINTHING

Ada satu cerita rakyat yang berhubungan dengan terbentuknya Rawa Pening, yaitu cerita rakyat Baruklinthing. Cerita rakyat Baruklinthing ini ada berbagai versi, akan tetapi intinya adalah tentang terbentuknya rawa pening.

Dikisahkan pada jaman dahulu di daerah Kademangan Mangiran, penduduk desa itu hendak mengadakan upacara adat yaitu sedekah bumi. Saat itu ada seorang gadis bernama Endang Sawitri yang diminta ayahnya yaitu Ki Damang Taliwangsa, untuk meminjam pusaka kepada Ki Hajar Salokantara. Pusaka itu hendak digunakan dalam upacara adat tersebut. Maka berangkatlah Endang Sawitri menemui Ki Hajar Salokantara dan mengutarakan maksud untuk meminjam pusaka. Sebenarnya Ki Hajar Salokantara merasa keberatan untuk meminjamkan pusakanya kepada gadis itu. Namun, akhirnya dipinjamkannya juga pusaka itu  tetapi dengan syarat harus dijaga dan tidak boleh diletakkan sembarangan, terutama diletakkan di pangkuannya.

Sesampainya di desa, gadis itu berkumpul bersama dengan teman-temannya, dan membantu mereka memasak hidangan untuk upacara adat. Gadis itu lupa menyerahkan pusaka tersebut kepada ayahnya dan meletakkan pusaka di pangkuannya. Tiba-tiba pusaka itu menghilang dan gadis tersebut pingsan. Ternyata pusaka itu masuk ke dalam perutnya dan dia hamil 9 bulan. Karena merasa malu putrinya hamil tanpa suami, maka ayahnya menemui Ki Hajar Salokantara dan menceritakannya. Ki Hajar Salokantara setuju untuk menikahi Endang Sawitri, namun dia berjanji tidak akan menyentuhnya dan akan bertapa di Gunung Telomoyo. Sebelum pergi, Ki Hajar Salokantara memberikan sebuah lonceng (klinthingan) kepada Endang Sawitri untuk kenang-kenangan.

Sembilan bulan kemudian lahirlah sang bayi. Bayi yang lahir tersebut berwujud ular naga. Ayah dan ibu Endang Sawitri merasa malu mempunyai cucu seekor ular, dan memerintahkan Endang Sawitri membuang ular tersebut. Namun permintaan itu ditolaknya karena dia merasa sayang kepada anaknya, dan bertekat merawat dan membesarkannya. Ular tersebut ternyata bisa berbicara seperti manusia. Oleh ibunya, ular itu diberi nama Naga Baruklinthing.

Baruklinthing menanyakan siapakah ayahnya dan dimanakah keberadaan ayahnya. Sebagai seorang anak, Baruklinthing ingin sekali berjumpa dengan ayahnya. Endang Sawitri tak dapat berbohong, dan mengatakan bahwa ayahnya bernama Ki Hajar Salokantara yang sedang bertapa di Gunung Telomoyo. Atas doa dan restu ibunya, Baruklinthing berangkat hendak menemui ayahnya. Sebelum berangkat, Endang Sawitri mengalungkan lonceng (klinthingan) dari Ki Hajar Salokantara ke tubuh ular naga. Dia berpesan pada Baruklinthing, untuk menunjukkan lonceng tersebut bila sudah bertemu ayahnya. Agar ayahnya mengenalinya.

Di Gunung Telomoyo, Baruklinthing masuk pada sebuah gua. Di dalam gua tersebut ada seorang lelaki tua yang sedang bertapa. Ternyata lelaki tua itu adalah Ki Hajar Salokantara. Setelah menjelaskan maksud dan tujuannya, Baruklinthing menunjukkan klinthingan dari ibunya kepada lelaki tua tersebut. Ki Hajar Salokantara mengenali klinthingan tersebut adalah yang diberikannya pada Endang Sawitri, dan beliau mengetahui bahwa ular naga ini adalah anaknya. Kemudian Ki Hajar Salokantara meminta kepada Naga Baruklinthing untuk bertapa selama satu tahun dengan cara mengelilingi Gunung Telomoyo, apabila dia ingin diakui sebagai anak oleh lelaki tua tersebut. Naga Baruklinthing pun menuruti keinginan lelaki tua itu, bertapa dengan melilitkan tubuhnya mengelilingi gunung Telomoyo.

Saat itu ada dua orang penduduk desa berburu rusa untuk pesta rakyat. Akan tetapi mereka hanya mendapati seekor naga yang sedang tidur. Merekapun memotong daging ular naga tersebut untuk pesta. Keesokan harinya, rakyat mengadakan pesta sedekah bumi. Pada saat pesta sedang berlangsung, datanglah seorang anak kecil yang menjijikkan dan berbau amis. Anak kecil itu meminta makanan karena lapar, tetapi warga menolak bahkan mengusir anak kecil tersebut. Warga tidak tahu bahwa anak kecil itu adalah jelmaan Naga Baruklinthing.

Setelah berjalan di sepanjang desa, anak kecil itu ditolong seorang nenek tua dan diberi makanan. Nenek itu bernama Mbok Rondo. Nenek itu bahkan menyilakan anak kecil tersebut mampir ke rumahnya. Sebelum pergi, anak kecil itu berpesan pada Mbok Rondo bahwa nanti apabila mendengar suara gemuruh, naiklah ke atas lesung. Mbok Rondo pun menuruti permintaan anak tersebut.

Ternyata anak kecil itu kembali ke tempat pesta rakyat sedang berlangsung. Disana dia menancapkan sebilah kayu ke tanah, dan menantang para warga untuk mencabutnya. Anak kecil itu ingin memberi pelajaran pada warga yang telah menghinanya. Tak ada seorangpun warga yang bisa mencabut kayu tersebut. Hanya anak kecil itulah yang berhasil mencabut kayu itu. Dari lubang cabutan kayu itu memancar air yang semakin lama semakin tinggi dan menggenangi serta menenggelamkan desa itu. Genangan air itu menjadi sebuah danau yang dinamakan Rawa Pening. Sedangkan buangan kayu itu menjadi bukit yang dikenal dengan nama Bukit Cinta. Bagaimana nasib Mbok Rondo? Mbok Rondo ternyata selamat karena menuruti permintaan Baruklinthing, untuk naik lesung yang berfungsi sebagai perahu. Itulah sedikit kisah terbentuknya rawa pening.

KAWASAN WISATA BUKIT CINTA

Memasuki kawasan Bukit Cinta, tampak gapura yang megah. Di depan gapura terdapat patung naga yang menggambarkan Baruklinthing. Sedangkan pada dinding sebelah kanan tampak aksara Jawa (tulisan Jawa) yang artinya "Bukit Cinta."

Kawasan Bukit Cinta mempunyai area parkir yang luas. Banyak wisatawan luar kota yang datang dengan menggunakan bis. Di sebelah kanan parkiran terdapat deretan toko-toko yang menjual berbagai makanan khas sebagai oleh-oleh (mujair krispi, wader krispi, cethul krispi, udang krispi dan lain-lain), selain itu juga dijual kerajinan tangan dari enceng gondok (tas, sandal, dompet, tempat tisue) yang merupakan penghasilan bagi penduduk setempat.

Di sebelah kanan dan kiri pintu gerbang masuk tempat wisata, terdapat arca Dwarapala. Dalam ajaran Siwa dan Budha, patung Dwarapala merupakan penjaga pintu atau gerbang. Harga tiket masuk sebesar Rp 10.000 (hari biasa) dan Rp 15.000 (hari Minggu/libur), sedangkan parkir dikenakan  biaya Rp 2.000 untuk motor dan Rp 5.000 untuk mobil. Pada saat hendak masuk, tiket discan di pintu masuk sehingga wisatawan bisa masuk ke dalam lokasi wisata.


Patung Naga melilit gunung
(Foto dokumentasi pribadi)


Pada halaman depan, terdapat patung besar berbentuk gunung yang dikelilingi ular naga. Di atasnya tampak ada patung seseorang yang sedang memotong lidah naga. Di bawahnya ada patung seorang nenek sedang naik perahu. Patung tersebut menggambarkan Baruklinthing dengan tubuh melilit gunung Telomoyo, ayah Baruklinthing, dan mbok Rondo. Di sekelilingnya terdapat relief yang menggambarkan kisah Baruklinthing.

Di Bukit Cinta ini wisatawan menjumpai patung/ornamen  ular naga yang mengelilingi bukit. Hal ini menggambarkan saat Naga Baruklinthing bertapa dengan cara melilitkan tubuhnya di gunung Telomoyo. Dalam patung ular ini terdapat ruangan-ruangan antara lain ada musholla yang disediakan untuk wisatawan.


Petilasan Ki Godo Pameling
(Foto dokumentasi pribadi)


Di atas bukit di pojok kanan terlihat sebuah bangunan seperti bilik kecil. Bangunan itu merupakan Petilasan Ki Godo Pameling. Di dalamnya dijumpai patung lingga dan yoni, yang merupakan lambang kejantanan dan kesuburan. Oleh penduduk sekitar, tempat itu masih digunakan untuk ritual meminta berkah. Hal ini dapat dilihat dengan adanya bunga dan dupa untuk sesaji.

Di atas bukit cinta terdapat gazebo sebagai tempat berfoto selfi dan berteduh. Ada juga ruang untuk pertemuan atau rapat.


Dermaga untuk menambatkan perahu
(Foto dokumentasi pribadi)


Di sepanjang rawa pening terdapat dermaga dari kayu. Wisatawan bisa berjalan-jalan sambil berfoto sepanjang pinggiran rawa pening. Viewnya sangat indah, rawa pening yang dikelilingi oleh gunung Merbabu, gunung Telomoyo, dan bukit-bukit kecil di sekitarnya. Dermaga kayu itu juga berfungsi untuk menambatkan perahu (motor boat) yang disewakan untuk wisatawan, selama 30-60 menit mengelilingi rawa pening. Tarif sewa berkisar antara Rp 120.000 sampai dengan Rp 250.000 sesuai paket yang dipilih, dan maksimum penumpang adalah 5 orang dewasa.

Di tengah-tengah lokasi ada spot foto dengan tulisan "Gembok Cinta." Entah apa maksud pengelola menulis seperti itu. Apakah ada hubungannya dengan mitos masyarakat tentang bukit cinta? Mitos yang mengatakan bahwa sepasang kekasih yang datang kesana, hubungannya akan putus. Nah, mungkin untuk menghilangkan mitos tersebut, maka dibuatlah spot selfi "Gembok Cinta" ini. Mungkin juga hanya sebagai sudut untuk mempercantik taman di bukit cinta. Entahlah.

Fasilitas lain yang ada disana adalah playground untuk anak-anak. Juga ada gardu pandang yang mengarah ke rawa pening.

Wah, lengkap sekali fasilitas destinasi Bukit Cinta. Selain bisa berwisata, pengunjung juga bisa membeli oleh-oleh makanan khas daerah ini. Tak lupa juga hasil kerajinan tangan dari enceng gondok.

Ayo kita ajak keluarga dan teman-teman berwisata ke Bukit Cinta.


 



Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Pesona Wisata Kabupaten Semarang.


Website:

https://www.kabsemarangtourism.id/













1 komentar

  1. Tragis juga ternyata ya kisah Baru Klinting ini...sekarang makin apik Bukit Cinta, betah bersantai di sana

    BalasHapus